13 Juli 2012

Kebodohan Profesor yang Menganggap Agama Sebuah Mitos

Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada? Apakah kejahatan itu ada? Apakah Tuhan menciptakan kejahatan? Seorang Profesor dari sebuah universitas terkenal menantang mahasiswa-mahasiswa nya dengan pertanyaan ini.

"Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada?".

Seorang mahasiswa dengan berani menjawab, "Betul, Dia yang menciptakan semuanya".

"Tuhan menciptakan semuanya?" Tanya professor sekali lagi.

"Ya, Pak, semuanya" kata mahasiswa tersebut.

Profesor itu menjawab,
"Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan menciptakan Kejahatan. Karena kejahatan itu ada, dan menurut prinsip kita bahwa pekerjaan kita menjelaskan siapa kita, jadi kita bisa berasumsi bahwa Tuhan itu adalah kejahatan."

Mahasiswa itu terdiam dan tidak bisa menjawab hipotesis professor tersebut.

Profesor itu merasa menang dan menyombongkan diri bahwa sekali lagi dia telah membuktikan kalau agama itu adalah sebuah mitos.

Mahasiswa lain mengangkat tangan dan berkata, "Profesor, boleh saya bertanya sesuatu?"

"Tentu saja," jawab si Profesor

Mahasiswa itu berdiri dan bertanya, "Profesor, apakah dingin itu ada?"

"Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja dingin itu ada. Apakah kamu tidak pernah sakit flu?" Tanya si professor diiringi tawa mahasiswa lainnya.

Mahasiswa itu menjawab,
"Kenyataannya, Pak, dingin itu tidak ada. Menurut hukum fisika, yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas. Suhu -460F adalah ketiadaan panas sama sekali. Dan semua partikel menjadi diam dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata dingin untuk mendeskripsikan ketiadaan panas."


Mahasiswa itu melanjutkan, "Profesor, apakah gelap itu ada?"

Profesor itu menjawab, "Tentu saja gelap itu ada."

Mahasiswa itu menjawab,
"Sekali lagi anda salah, Pak.Gelap itu juga tidak ada. Gelap adalah keadaan dimana tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak."

"Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk memecahkan cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari berbagai panjang gelombang setiap warna."

"Tapi Anda tidak bisa mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan berapa intensitas cahaya di ruangan tersebut. Kata gelap dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan cahaya."

Akhirnya mahasiswa itu bertanya, "Profesor, apakah kejahatan itu ada?"

Dengan bimbang professor itu menjawab,
"Tentu saja, seperti yang telah kukatakan sebelumnya. Kita melihat setiap hari di Koran dan TV. Banyak perkara kriminal dan kekerasan di antara manusia. Perkara-perkara tersebut adalah manifestasi dari kejahatan."

Terhadap pernyataan ini mahasiswa itu menjawab,

"Sekali lagi Anda salah, Pak. Kejahatan itu tidak ada. Kejahatan adalah ketiadaan Tuhan. Seperti dingin atau gelap, kajahatan adalah kata yang dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan Tuhan."

"Tuhan tidak menciptakan kejahatan. Kejahatan adalah hasil dari tidak hadirnya Tuhan di hati manusia. Seperti dingin yang timbul dari ketiadaan panas dan gelap yang timbul dari ketiadaan cahaya."

Profesor itu terdiam.

Dan mahasiswa itu adalah,



Albert Einstein.

12 Juli 2012

Sarkasme Dari Indonesia Untuk Indonesia

13376275021871230943
Sebagian bangsa ini memang hobi sekali melakukan sarkasme, contoh paling gampang adalah kejadian yang menimpa istriku di sebuah pusat perbelanjaan di Surabaya.
Saat sedang melihat lihat sebuah produk kendaraan yang dipamerkan, seorang anak muda yang ternyata sales produk tersebut, mendatangi istri saya dan berlangsunglah percakapan sebagai berikut
Sales       : Selamat sore, Ibu. Bagaimana tertarik dengan produk kendaraan kami?
Istri        : Ya, sih. Tetapi bagaimana dengan harganya?
Sales       : Ini bu, daftar harga dan jumlah angsuran bila mengambil kredit.
Istri        : Kira-kira cocok gak ya mobil ini sama saya. (sembari mengambil brosur dari tangan sales tersebut)
Sales      : Wah cocok, sekali. Ruangan dalam mobil ini cukup luas, ibu pasti cukup kok bila duduk di depan kemudi.
Bujubune, apa tidak salah dengar nih telinga saya, memang istri saya terlihat montok tetapi bukan berarti tubuh istri saya luas deh, sehingga memerlukan ruang luas untuk menampungnya.
Benar juga, wajah istri saya seketika terlihat masam mendengar ucapan anak muda tersebut. Sementara tanpa rasa bersalah, anak muda tersebut melanjutkan ucapannya sambil melihat ke arah saya.
Sales      : Ini adiknya ya bu?
Saya       : Bukan saya suaminya, Mas.
Sales      : Oh saya kira adiknya, sebab wajah Bapak, kelihatan lebih muda sih.
Wah cari masalah deh anak muda ini, padahal jelas sekali rambut saya yang mulai memutih dan kerut di kelopak mata saya menampakkan usia saya yang lebih tua delapan tahun  dari istri saya. Sedangkan istri saya dengan pipi nyempluknya yang segar malah kelihatan lebih muda dari usianya yang memasuki 30 an.
Seketika istripun meninggalkan anak muda tersebut dengan ketus.
Entah sengaja atau tidak yang jelas dari segi marketing, anak muda tersebut sangat kelihatan tidak mengerti psikologi konsumen wanita yang peka bila berkaitan dengan berat badan dan usia. Dan mungkin saja dalam keseharian anak muda tersebut sudah terbiasa dengan ucapan-ucapan bernada sarkasme.
Sarkasme seakan sudah seperti bagian hidup dalam tubuh sebagian manusia Indonesia. Sarkasme dilakukan baik melalui humor slapstick maupun humor verbal. Baik melakukan sarkasme terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain.
Beberapa penampil komedi tunggal pun melakukan sarkasme baik terhadap diri sendiri maupun terhadap teman sesama penampil. Dan tidak lucunya (atau malah lucu bagi penonton) semua tergelak mendengar sarkasme tersebut.
Dalam sejarah komedi, sarkasme memang terkadang  menjadi salah satu faktor penentu dalam mengundang tawa. Tetapi  ada faktor lain yang lebih utama sebagai modal seorang pelawak seperti yang disebutkan oleh R. Soesanto Goenoprawiro bahwa seorang pelawak sebaiknya “banyak tahu” tentang
(1) pengetahuan bahasa, (2) sedikit filsafat, (3) sedikit ilmu jiwa, (4) pengetahuan umum yang up to date, (5) sedikit ilmu pendidikan, (6) banyak memiliki perbendaharaan kata-kata, (7) menguasai lagu-lagu yang sedang populer, dan (8) memiliki pengetahuan kesenian yang beragam. (Sumber : http://www.balipost.co.id/BALIPOSTCETAK/2004/8/29/g1.html)

Tetapi, sarkasme terhadap orang lain sangatlah tabu bagi kelompok lawak legendaris Srimulat semasa masih di sutradarai oleh Teguh, terutama sarkasme mengenai kekurangan dari anggota tubuh seperti “Oh dasar wajah seperti panci.” atau “Itu badan apa kulkas 3 pintu.”
Terkadang menertawakan diri sendiri dengan menyebut kekurangan yang ada dalam diri, memancing tawa baik diri sendiri maupun orang lain. Tetapi menertawakan bangsa sendiri dengan menjelek-jelekkan dan memakai nama bangsa adalah sarkasme hal lain.
Bila disebutkan bahwa Indonesia Idiot, Indonesia Negara Maling,dan sejenisnya, maka itu sama halnya selain menertawakan diri sendiri dengan sarkasme juga menertawakan yang lain, yang mungkin tidak melakukan pekerjaan maling atau idiot. Karena Indonesia adalah nama suatu bangsa, dimana di dalamnya bukan hanya terdiri dari satu individu saja. Mengatakan Indonesia Idiot sama halnya dengan mengidiotkan seluruh bangsa, meski mungkin maksud perkataan tersebut ditujukan kepada sebagian orang Indonesia yang  tidak becus dalam melakukan kehidupan berbangsa.
Karena itu untuk Kompasianer, silahkan melakukan koreksi  ataupun saran dan sindiran terhadap pihak-pihak tertentu tetapi…pliss deh jangan memakai nama Indonesia disambung dengan nama sifat yang buruk. Karena itu berarti anda ikut berpartisipasi dalam “Kampanye Hitam” terhadap bangsa sendiri. Ingat tulisan anda dimuat dalam dunia maya yang dibaca seluruh dunia.
Seperti Z. Dolgopolova dalam bukunya yang cukup populer di era akhir 80 hingga 90an,  berisi humor-humor yang menertawakan bangsa sendiri, tetapi tidak sarkasme dalam menyebut negaranya, malah menjadikan satu sisi kekuatan bahwa humor masih ada di negara yang terkenal paling tertutup, dan menjadikan kebanggaan saat itu. Judul buku itu “Mati Ketawa Cara Rusia (Russia Dies Laughing: Jokes from Soviet Russia)” bukannya Sovyet Idiot.
Kalau ada yang tersinggung dengan tulisan ini saya mohon maaf, piss Bro.

04 Juli 2012

betapa mudahnya meramal masa depan

Suatu malam ketika saya duduk di depan rumah, ketika saya memandang bentuk utuh bulan purnama dan seperti biasa ditemani berbatang-batang asap beracun dan secangkir air penangkal ngantuk, dalam otak bodoh saya terlintas pikiran tentang masa depan saya. "apakah saya memiliki masa depan yang cerah (madecer) atau kah masa depan suram (madesu)? haha persetan lah, kumaha engke we". Tapi entah mengapa pikiran itu terus menghantui batin saya. Lalu saya mencoba meramal masa depan saya dengan menggunakan mesin pikiran yang ada dalam tulang tengkorak saya. Dan setelah saya selesai melaksanakan upacara ramalan ternyata masa depan saya dan orang lain itu sama. Betapa mudahnya mengetahui masa depan. Masa depan kita adalah KEMATIAN.