10 Agustus 2013

Buntu



Kembali ku terkurung dalam pulau sunyi
Mencoba berlabuh di atas sampan angan
Mendayung di atas derasnya ombak derita
Hingga kujumpai tepi ruang jiwa
Langkah terhuyung telanjang berpijak pada dingin yang terlampau beku
Meraba dinding kelam berdebu yang tak berujung
Bahkan celah pada retakan tajamnya tak membiarkan setitik siluet cahaya pun menjamahkan kehangatan
Kubuka mata
Kupejamkan mata
Tetap sama
Hanya cahaya dalam pandangan buta
Dinginnya pelukan hampa sang gelap tak pernah melepas jiwaku yang selalu duduk tertunduk memeluk gemetar lutut
Bukankah terbiasa tidak selalu bisa menjadi tameng rasa takut
Hanya ada satu emosi di dalamnya
Meresap ke dalam setiap bagian tubuh
Emosi yang selalu mengasah diriku selama ini
Semua emosi yang memberikan kesedihan
Menjadi tak menentu
Nalarku terkapar sekarat
Aku tak tahu apa yang harus kulakukan
Harapan telah lama melambaikan tangan bersama cahaya
Kian lama hatiku menganga kosong tak berdarah
Tak menyisakan apapun selain rusuk remuk yang kerap kali batuk
Nurani yang ada makin pekat berkabut
Bila saja kutoreh dada dan kucopot jantung
Terlihat jelas ribuan rayap kehidupan
Berpesta menggerogoti dinding jiwa yang keropos
Benang-benang keputusasaan mulai tampakkan dirinya
Menjerat erat
Membelit leher dan jemariku
Hanya satu pilihanku
Mengampaki rayap-rayap kehidupan itu
Meskipun aku rebah, terhuyung berdarah
Hanya bernyanyi parau
Mencoba menciptakan kidung dari laras sendu tangisan tanpa suara
Hanya mengukir puisi tanpa arti
Yang terinspirasi dari seni putus asa dan rasa takut
Tak berguna
Semua pengorbanan
Lelahnya perjuangan
Hanya berujung pada titik hitam
Entitasnya terus berkembang
Jantungnya retak dan membuat sebuah lubang kecil yang terus membesar
Menganga
Perlahan menelanku yang tengah ruai
Oh hidup, aku ingin mati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar